Monday, October 20, 2008

Entrepreneur in Action

Berkatalah Sarai kepada Abram: “Engkau tahu, Tuhan tidak memberi aku melahirkan anak. Karena itu baiklah hampiri hambaku itu; mungkin oleh dialah aku dapat memperolah seorang anak.” Dan Abram mendengarkan perkataan Sarai. Jadi Sarai, isteri Abram itu, mengambil hagar, hambanya, orang Mesir itu,-- yakni ketika Abram telah sepuluh tahun tinggal di tanah Kanaan --, lalu memberikannya kepada Abram, suaminya, untuk menjadi isterinya. Abram menghampiri Hagar , lalu mengandunglah perempuan itu. Ketika Hagar tahu, bahwa ia mengandung, maka ia memandang rendah akan nyonyanya itu. Lalu berkatalah Sarai kepada Abram: “Penghinaan yang kuderita ini adalah tanggung jawabmu; akulah yang memberikan hambaku ke pangkuanmu, tetapi baru saja ia tahu, bahwa ia mengandung, ia memandang rendah akan aku; Tuhan kiranya yang menjadi Hakim antara aku dan engkau.” Kata Abram kepada Sarai: “Hambamu itu dibawah kekuasaanmu; perbuatlah kepadanya apa yang kau pandang baik.” Lalu Sarai menindas Hagar, sehingga ia lari meninggalkannya. Lalu Malaikat Tuhan menjumpainya dekat suatu mata air di padang gurun, yakni dekat mata air di jalan ke Syur. Katanya: Hagar, hamba Sarai, dari manakah datangmu dan kemanakah pergimu?” Jawabnya: “Aku lari meninggalkan Sarai, nyonyaku.” Lalu kata Malaikat Tuhan itu kepadanya: “Kembalilah kepada nyonyamu, biarkanlah engkau ditindas di bawah kekuasaannya.

Kejadian 16: 2-9

Baru-baru ini kami diberkati liburan ke hongkong. Perjalanan menggunakan persawat udara membutuhkan waktu kurang lebih lima jam. Bagi anak kami yang paling kecil (dua tahun) merupakan suatu siksaan karena kebebasannya merasa di batasi. Kami mengajari tata cara yang harus dijalankan di dalam pesawat meskipun anak kami tetap meronta-ronta.
Sebuah keluarga yang duduk dekat kami mempunyai anak yang usianya hampir sama dengan anak kami. Ibunya menceritakan kalau masuk kedalam pesawat, anaknya diberi “benadryl” supaya langsung tidur dan bangun sudah sampai di tujuan dengan badan yang segar. Masih sempat terheran-heran dengan pernyataan ibu yang memasukkan ‘racun’ dalam tubuh sang anak dan bisa ‘segar’, sang ibu sudah berkata lagi: “Kalau seandainya dia bangun, saya sudah siapin mini laptop khusus untuk putar film anak.” Saya Cuma tersenyum dan menjadi pendengar yang baik.

Selanjutnya dari dua kisah penanganan anak yang berbeda ini, saya mebandingkannya dengan anak yang belajar entrepreneur dari orang tuanya yang mempunyai perusahaan sendiri. Ada orang tua yang mengijinkan dan “agak” memaksa anaknya untuk mempelajari perusahaan orang tuanya dengan mulai dari nol (level paling bawah), tidak peduli banyaknya dan tingginya gelar akademik. Namun ada juga orang tua yang mengijinkan anaknya untuk langsung duduk di kursi manajer tanpa harus susah-susah melewatinya karena ini adalah putra mahkota dan gelarnya dari luar negeri.

Marilah kit abaca Kejadian 16: 2-9, disini kita bisa belajar bahwa berwirausaha itu:
1. Tidak ada yang instant. Cari janji Tuhan buat Anda, jangan buat keputusan sendiri dengan mencari jalan pintas (Kej 16: 2-3)
2. Tabut Tuai. Sepertinya suatu penghinaan apabila ditaruh di level paling bawah, namun justru di level paling bawah ini kita banyak belajar kerendahan hati dan arti hidup dari kasih karunia serta anugerah Tuhan (Kej 16:5)
3. Harus diproses. “Biarlah engkau ditindas” (Kej 16:9). Ini adalah kalimat pasif. Biarlah hidup Anda dibentuk, sakit, seolah-olah tidak punya wibawa, dan sepertinya keset. Kelihatannya Tuhan tidak mendengar, namun nantinya berkat yang Anda peroleh akan Luar Biasa.

Seandainya hagar itu menurut, putranya pasti akan berbeda dengan apa yang sudah dit
ulis di Alkitab. Maukah para entrepreneur menjalankan actionnya?/Ev. Daud Tjondrorahardja

No comments: